OKNUM PNS MENJADI CALO MATUH
SERTIFIKASI
Saukabumi JMP. Data di lapangan yang di wawancarai
salah satu Guru SDN di kabupaten Sukabumi yg tidak mau di sebutkan namanya, “bahwa
Heni yang beralamat di Nanggeleng Kota Sukabumi sebagai (Guru PNS di SDN 2
Mangkalaya Cisaat) telah mencairkan dari mulai sebesar Rp. 25Jt – 80Jt
dana Sertifikasi dari Bank Bahtra Cabang Bogor yang beralamat di Plaza Lido,
Jl. Raya Cigombong, ke beberapa guru SDN
Kota dan Kabupaten sukabumi, diduga Persyaratan yang mereka miliki di palsukan
dari mulai Cap UPT dan tandatangannya, Cap Kepala Sekolah dan tandatangannya
bahkan surat-surat yang lainnya, antara
lain nama-nama yang sudah Tim Infestigasi kantongi adalah :
1.
ILAH
SHOLIHAT SD MI (UPT
Citamiang) Kota Sukabumi
2.
IYOS SD
Sangkolih (UPT Geger Bitung) Kabupaten Sukabumi
3.
YUYU NINGSIH SD Citamiang I
(UPT Citamiang) Kota Sukabumi
4.
ENDANG ?
5.
IMAS ?
6.
ENGKUS ?
7.
NENAH SD
Cijurai (UPT Geger Bitung) Kabupaten Sukabumi
8.
ANAH SD Cijurai
(UPT Geger Bitung) Kabupaten Sukabumi
9.
TINI SD Cijurai
(UPT Geger Bitung) Kabupaten Sukabumi
10.
EHA SD
Cijurai (UPT Geger Bitung) Kabupaten Sukabumi
11.
TATI
ROSMIATI SD Parakansalak (UPT
Parakansalak) Kabupaten Sukabumi
12.
CECEH SD Cijambu (UPT
Cisaat) Kabupaten Sukabumi
13.
DASEP
(KEPSEK) SD Warungkiara (UPT
Warungkiara) Kabupaten Sukabumi
14.
HJ. SITI SD Citamiang (UPT Citamiang)
Kota Sukabumi
Salah satu oknum ini yang bernama Heni sebagai pengrekrut Nasabah
dan dari kesemuanya yang mereka lakukan ini sebagai penentu yang berhubungan
langsung dengan Pihak Bank bahkan Koprasi-koprasi yang tidak jelas aspek
legalitasnya”. Lalu Guru SDN itu menambahkan pembicaraannya “Bahkan Para Sindikat
ini sampai menggunakan dana talang kepada perorangan hingga ujung-ujungnya
menjadi target pencarian karena terlilit Bunga Hutang”.
“Setiap yang mengajukan Sertifikasi sebagai Guru PNS dari mulai sebesar
Rp. 70Jt sampai dengan 80Jt dan bagi Guru Honorer Sebesar Rp. 25Jt”, tambahnya
lagi.
“dari hasil yang seharusnya Kenyataan yang mereka terima di potong oknum
sebagai pihak Bank sebesar Rp. 1.5Jt setiap pencairan dari beberapa nasabah dan
Fie’ bagi Mediator (Heni) per-nasabah sebesar Rp. 5%. Berarti Mediator mendapatkan
Fie kisaran Rp 1.250rb sampai dengan Rp 4Jt”, menurut keterangan Adah Sa’adah
Spdi di bawah naungan (Departemen
Kementrian Agama Kota Sukabumi), masih menurutnya “ini hanya komisi dari
pihak Pengaju atau nasabah belum lagi
Fie dari pihak Bank”.
Terkait Sindikat Pemalsuan dan Penipuan Data, Cap dan Tanda tangan yang
terjadi di Dinas Pendidikan Tingkat UPTD Pendidikan dan Sekolah di Kota dan
Kabupaten Sukabumi di sinyalir sebagai korban Pemalsuan yang telah
mengakibatkan kerugian besar berupa materi dan inmateril dari para UPTD
Pendidikan dan Para Kepala Sekolah serta merugikan Bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan cara memalsukan Surat yang mengatasnamakan Instansi
Dinas UPTD Pendidikan dalam hal ini Jelas sudah menyalah gunakan Peraturan dan
perundang-undangan Pemerintah Tentang Tatacara untuk mendapatkan Dana
Sertifikasi dan ini telah di undang-ndangkan oleh Lambang tinggi Negara, dengan
demikian Sindikat Pemalsuan dan Penipuan ini di duga bukan saja merugikan para
korban Intansi terkait akan tetapi Sindikat ini juga sudah menghina dan
melecehkan Harkat Martabat Bangsa Indonesia dengan Lambang Negara untuk
melancarkan Modus Operandi-nya.
Menurut AS “sebagai pengrekrut khusus Calo Sertifikasi ini sudah beraksi
sejak lama sekali lancar mulus tanpa hambatan yang Kami hadapi”, dengan
keterangan AS tadi sampai pihak terkait seperti Itwil (Inspektorat Wilayah)/
Bapeda (Badan Pengawasan Daerah) Kabupaten Sukabumi dan Depag (Departemen
Agama) Kota Sukabumi sampai tidak berdaya di buatnya padahal masalah ini Sudah
lama mereka ketahui kalau sudah begini Intasi terkait yang ada di Daerah Kota
dan Kabupaten Sukabumi berarti system pengawasan kinerja PNS tidak berpungsi dengan
baik berarti celah atau kesempatan terbaik bagi oknum yang akan berbuat sesuka
mereka.
Selanjutnya jika begini Tindakan Heni
dan yang lainnya yaitu Para Pelaku, dalam Sindikat Pemalsuan, Penipuan dan
Penggelapan Cap dan Tandatangan atas Dokumen Negara sangat jelas telah
merugikan moral Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kementrian sudah menetapkan aturan untuk Program Sertifikasi dan sangsi
untuk para oknum :
•
Bagi Guru PNS,
Penghitungan awal masa bekerja menggunakan SK NIP.
• Bagi guru non pns
di sekolah swasta, acuannya adalah SK pengangkatan guru tetap oleh yayasan.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkan total beban pendidikan
sertifikasi guru di LPTK sebesar 36 SKS. Beban pendidikan ini antara satu guru
dengan guru lainnya juga berbeda, tergantung jam mengajar.
Bagi guru dengan jam terbang mengajar yang tinggi, akan memiliki modal 10 SKS. Sehingga tinggal mengambil kekurangan 26 SKS ketika masa pendidikan di LPTK.
Program banyak dipakai untuk sertifikasi guru yang diangkat sebelum 2005 adalah Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Pendidikan hanya dilaksanakan selama 90 jam atau 9 hari di LPTK dan diakhiri dengan ujian.
Bagi guru yang lulus, akan mendapatkan
sertifikat profesi dan berhak memperoleh tunjangan profesi guru. Perkara ini harus
secepatnya ditangani atau diproses menurut hukum yang berlaku di Negara
Kesatuan Republik Indonesia demi tegaknya Supremasi Hukum dimata masyarakat.
Undang-undang terkait Pasal 263 Kitab Undang Undang Hukum Pidana
(“KUHP”), (1-2). Selanjutnya, di dalam Pasal
264 KUHP (1) Pemalsuan
surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan
terhadap:1. akta-akta otentik; 3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau
hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai: 5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan
untuk di edarkan; (2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan
sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati
atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu
dapat menimbulkan kerugian.
Pasal 263
ayat (1) KUHP membuat surat palsu atau
memalsukan surat, ijazah, karcis tanda masuk, surat andil dan lainnya.
Pemalsuan
atau manipulasi data honorer jelas dapat dipidana, karena ada sebuah kejahatan
(straf) berupa perbuatan yang mengandung menerbitkan sebuah hak yang dapat
merugikan hak orang lain.
Dalam kasus
pemalsuan manipulasi data honorer jika dilakukan oleh PNS atau diberikan
kewenangan untuk itu dapat dijerat dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 dengan perubahannya pada Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak
Pidana Korupsi. Pada Pasal tersebut si pelaku yang dengan sengaja melakukan
Tindak Pidana Pemalsuan data arimistratif diancam dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan Paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda Paling
sedikit Rp. 50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) dan paling banyak Rp.
250.000.000,00 (Dua ratus Lima Puluh Juta Rupiah).
Dengan
demikian sangat jelas jika Tindak Pidana Pemalsuan Data Honorer yang dilakukan
oleh PNS adalah kejahatan Kerah Putih (white colar Crime) dimana Si Pelaku
dalam pemalsuannya tidak berdiri sendiri sebab ada perintah yang menyertainya
yang dapat dilakukan oleh atasannya/ Senior. Jika hal itu terjadi maka
atasannya/ Seniornya juga dapat dijerat dengan Pasal tersebut.
Berdasarkan
Pasal 55 Ayat (1) KUHP, pelaku disebut dengan pleger dan yang menyuruh (
actor intelektualnya ) disebut dengan medepleger. Pemalsuan atau
manipulasi data honorer tersebut termasuk sebuah konspirasi dengan rekayasa
yang modusnya sangat terencana.
dengan
demikian pemalsuan atau manipulasi data honorer tidak datang dari niat
pelakunya saja. Misalnya karena sebuah penyuapan ( Pasal 5 Undang-Undang Nomor
39 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000) dimana yang menyuap dan
menerima suap dapat dipidana. Jadi pemalsuan atau manipulasi data dalam
penerimaan PNS misalnya sudah menjadi rahasia umum kalau dalam penerimaan
Pegawai atau PNS sering dijadikan “lahan pengerukan uang” oleh Para Pejabat
dengan cara manipulasi tersebut hal ini terjadi.
Selain
Tindak Pidana Korupsi tersebut, pada umumnya yang paling mudah dalam menjerat
Tindak Pidana Pemalsuan data adalah dengan menggunakan rumusan tindak pidana
umum yang terdapat dalam Pasal 263 ayat (1) dan Ayat (2) KUHP. Seorang Praktisi
akan lebih mudah dengan menggunakan Pasal 263 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP yang
ancaman pidananya selama 6 Tahun.
Dalam Pasal
263 ayat (1) KUHP, perbuatannya harus dipastikan memenuhi unsur obyektif dimana
dengan Pemalsuan data Honorer tersebut dapat menimbulkan Hak bagi orang lain
yang berakibat timbulnya sebuah kerugian. Mengenai Penjelasan Kerugian Pasal
263 KUHP ayat ( 1) ini tidak hanya kerugian materi berupa uang,
tetapi termasuk juga kerugian sosial, martabat dan Hukum tersebut atau Si Pelaku selain membuat
juga menggunakan data palsu tersebut untuk kepentingan dan tujuan pribadinya.
Pemalusuan
dilihat dari deliknya maka dikategorikan Absolute Klacht Delict,
artinya pidana itu tidak harus ada sebuah pengaduan secara resmi dan Kepolisian
wajib untuk melakukan penyelidikan sebagaimana juga diatur dalam Peraturan
Kapolri ( PERKAP ) No : 14 tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak
Pidana. Karena itu perbuatan pidana harus diselesaikan secara pidana.
Mereka Para Pelaku Pelanggaran akan
mendapatkan sanksi Seperti yang di tegaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 53 tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil BAB II
Kewajiban dan Larangan Bagian Kesatu Kewajiban Pasal 3, Setiap PNS wajib:
1. mengucapkan sumpah/janji PNS; 2. mengucapkan sumpah/janji jabatan; 3. setia dan taat sepenuhnya kepada
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
Pemerintah; 4. menaati segala
ketentuan peraturan perundangundangan; 5.
melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh
pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab; 6. menjunjung tinggi
kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS; 7. mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan sendiri,
seseorang, dan/atau golongan; 8.
memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus
dirahasiakan; 9. bekerja dengan
jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara; 10. melaporkan dengan segera kepada atasannya
apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau
Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil; 11. masuk kerja dan menaati ketentuan
jam kerja; 12. mencapai sasaran
kerja pegawai yang ditetapkan; 13.
menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya; 14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya
kepada masyarakat; 15. membimbing
bawahan dalam melaksanakan tugas; 16.
memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan 17. menaati peraturan kedinasan yang
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Bagian Kedua Larangan Pasal 4 Setiap PNS
dilarang: 1. menyalahgunakan
wewenang; 2. menjadi perantara untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan
orang lain; 3. tanpa izin Pemerintah
menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi
internasional; 4. bekerja pada
perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing; 5. memiliki, menjual, membeli,
menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau
tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah; 6. melakukan kegiatan bersama dengan
atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar
lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau
pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; 7. memberi atau menyanggupi akan
memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan
dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan; 8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya; 9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya; 10. melakukan suatu tindakan atau tidak
melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu
pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani; 11. menghalangi berjalannya tugas
kedinasan; 12. memberikan dukungan
kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara: a. ikut serta sebagai
pelaksana kampanye; b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut
partai atau atribut PNS; c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS
lain; dan/atau d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
13. memberikan dukungan kepada calon
Presiden/Wakil Presiden dengan cara:
a.membuat keputusan dan/atau
tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
b.selama
masa kampanye; dan/atau c. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada
keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi d. peserta pemilu sebelum,
selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat; 14.
memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan
disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk
sesuai peraturan perundangundangan; dan 15. memberikan dukungan kepada calon
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk
mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah; b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan
kampanye; c. membuat keputusan
dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon
selama masa kampanye; dan/atau d.
mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon
yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi
pertemuan, ajakan, himbauan, seruan,
atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota
keluarga, dan masyarakat.
Dan selanjutnya BAB III Hukuman Disiplin
Bagian Kesatu Umum Pasal 5 PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.
Pasal 6 Dengan tidak mengesampingkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan
pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin. Bagian Kedua Tingkat dan Jenis
Hukuman Disiplin. Tim JMP Sukabumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar